Masukk duluu ...
Asal Usul Sejarah Bali Lengkap
Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan
nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain
terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari
pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida,
Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.
Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya
ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas
penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal
sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya,
khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal
dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.
ASAL USUL SEJARAH PULAU BALI
MASA PRASEJARAH
Zaman prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang
ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal
tulisan. Walaupun pada zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk
menuliskan riwayat kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan
pada masyarakat pada masa itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya
Zaman prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka
bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat
memenuhi segala harapan kita.
Berkat penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya
bangsa Belanda dan putra-putra Indonesia maka perkembangan masa
prasejarah di Bali semakin terang. Perhatian terhadap kekunaan di Bali
pertama-tama diberikan oleh seorang naturalis bernama Georg Eberhard
Rumpf, pada tahun 1705 yang dimuat dalam bukunya Amboinsche Reteitkamer.
Sebagai pionir dalam penelitian kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J.
Nieuwenkamp yang mengunjungi Bali pada tahun 1906 sebagai seorang
pelukis. Dia mengadakan perjalanan menjelajahi Bali. Dan memberikan
beberapa catatan antara lain tentang nekara Pejeng, Trunyan, dan Pura
Bukit Penulisan. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh
K.C Crucq tahun 1932 yang berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara
Pejeng di Pura Desa Manuaba, Tegallalang.
Penelitian prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. H.A.R. van Heekeren
dengan hasil tulisan yang berjudul Sarcopagus on Bali tahun 1954. Pada
tahun 1963 ahli prasejarah putra Indonesia Drs. R.P. Soejono melakukan
penggalian ini dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu tahun 1973, 1974,
1984, 1985. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan
terhadap benda-benda temuan yang berasal dari tepi pantai Teluk
Gilimanuk diduga bahwa lokasi Situs Gilimanuk merupakan sebuah
perkampungan nelayan dari zaman perundagian di Bali. Di tempat ini
sekarang berdiri sebuah museum.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang di Bali,
kehidupan masyarakat ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali
dapat dibagi menjadi :
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Masa bercocok tanam
Masa perundagian
MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN TINGKAT SEDERHANA
Sisa-sisa dari kebudayaan paling awal diketahui dengan
penelitian-penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan
di Sambiran (Buleleng bagian timur), serta di tepi timur dan tenggara
Danau Batur (Kintamani) alat-alat batu yang digolongkan kapak genggam,
kapak berimbas, serut dan sebagainya. Alat-alat batu yang dijumpai di
kedua daerah tersebut kini disimpan di Museum Gedong Arca di Bedulu,
Gianyar.
Kehidupan penduduk pada masa ini adalah sederhana sekali, sepenuhnya
tergantung pada alam lingkungannya. Mereka hidup mengembara dari satu
tempat ketempat lainnya (nomaden). Daerah-daerah yang dipilihnya ialah
daerah yang mengandung persediaan makanan dan air yang cukup untuk
menjamin kelangsungan hidupnya. Hidup berburu dilakukan oleh kelompok
kecil dan hasilnya dibagi bersama. Tugas berburu dilakukan oleh kaum
laki-laki, karena pekerjaan ini memerlukan tenaga yang cukup besar untuk
menghadapi segala bahaya yang mungkin terjadi. Perempuan hanya bertugas
untuk menyelesaikan pekerjaan yang ringan misalnya mengumpulkan makanan
dari alam sekitarnya. Hingga saat ini belum ditemukan bukti-bukti
apakah manusia pada masa itu telah mengenal bahasa sebagai alat bertutur
satu sama lainnya.
Walaupun bukti-bukti yang terdapat di Bali kurang lengkap, tetapi
bukti-bukti yang ditemukan di Pacitan (Jawa Timur) dapatlah kiranya
dijadikan pedoman. Para ahli memperkirakan bahwa alat-alat batu dari
Pacitan yang sezaman dan mempunyai banyak persamaan dengan alat-alat
batu dari Sembiran, dihasilkan oleh jenis manusia. Pithecanthropus
erectus atau keturunannya. Kalau demikian mungkin juga alat-alat baru
dari Sambiran dihasilkan oleh manusia jenis Pithecanthropus atau
keturunannya.
MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN TINGKAT LANJUT
Pada masa ini corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih
berpengaruh. Hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam
sekitar dilanjutkan terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari batu,
tulang dan kulit kerang. Bukti-bukti mengenai kehidupan manusia pada
masa mesolithik berhasil ditemukan pada tahun 1961 di Gua Selonding,
Pecatu (Badung). Gua ini terletak di pegunungan gamping di Semenanjung
Benoa. Di daerah ini terdapat goa yang lebih besar ialah Gua Karang
Boma, tetapi goa ini tidak memberikan suatu bukti tentang kehidupan yang
pernah berlangsung disana. Dalam penggalian Gua Selonding ditemukan
alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut dari batu dan sejumlah
alat-alat dari tulang. Di antara alat-alat tulang terdapat beberapa
lencipan muduk yaitu sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya
diruncingkan.
Alat-alat semacam ini ditemukan pula di sejumlah gua Sulawesi Selatan
pada tingkat perkembangan kebudayaan Toala dan terkenal pula di
Australia Timur. Di luar Bali ditemukan lukisan dinding-dinding gua,
yang menggambarkan kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan masyarakat
pada waktu itu. Lukisan-lukisan di dinding goa atau di dinding-dinding
karang itu antara lain yang berupa cap-cap tangan, babi rusa, burung,
manusia, perahu, lambang matahari, lukisan mata dan sebagainya. Beberapa
lukisan lainnya ternyata lebih berkembang pada tradisi yang lebih
kemudian dan artinya menjadi lebih terang juga di antaranya adalah
lukisan kadal seperti yang terdapat di Pulau Seram dan Papua, mungkin
mengandung arti kekuatan magis yang dianggap sebagai penjelmaan roh
nenek moyang atau kepala suku.
MASA BERCOCOK TANAM
Masa bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin
dipisahkan dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya pada masa-masa sebelumnya. Masa neolithik amat penting dalam
sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, karena pada masa ini
beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah
cepat. Penghidupan mengumpulkan makanan (food gathering) berubah menjadi
menghasilkan makanan (food producing). Perubahan ini sesungguhnya
sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat mendalam serta
meluas kedalam perekonomian dan kebudayaan.
Sisa-sisa kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa
kapak batu persegi dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang
pohon. Dari teori Kern dan teori Von Heine-Geldern diketahui bahwa nenek
moyang bangsa Austronesia, yang mulai datang di kepulauan kita
kira-kira 2000 tahun S.M ialah pada zaman neolithik. Kebudayaan ini
mempunyai dua cabang ialah cabang kapak persegi yang penyebarannya dari
dataran Asia melalui jalan barat dan peninggalannya terutama terdapat di
bagian barat Indonesia dan kapak lonjong yang penyebarannya melalui
jalan timur dan peninggalan-peninggalannya merata dibagian timur negara
kita. Pendukung kebudayaan neolithik (kapak persegi) adalah bangsa
Austronesia dan gelombang perpindahan pertama tadi disusul dengan
perpindahan pada gelombang kedua yang terjadi pada masa perunggu
kira-kira 500 S.M. Perpindahan bangsa Austronesia ke Asia Tenggara
khususnya dengan memakai jenis perahu cadik yang terkenal pada masa ini.
Pada masa ini diduga telah tumbuh perdagangan dengan jalan tukar
menukar barang (barter) yang diperlukan. Dalam hal ini sebagai alat
berhubungan diperlukan adanya bahasa. Para ahli berpendapat bahwa bahasa
Indonesia pada masa ini adalah Melayu Polinesia atau dikenal dengan
sebagai bahasa Austronesia.
MASA PERUNDAGIAN
Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam
kelompok-kelompok serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang
dipusatkan kepada menghasilkan bahan makanan sendiri (pertanian dan
peternakan). Dalam masa bertempat tinggal tetap ini, manusia berdaya
upaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang
sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada zaman ini jenis manusia yang mendiami Indonesia dapat diketahui
dari berbagai penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, yang
terpenting di antaranya adalah temuan-temuan dari Anyer Lor (Banten),
Puger (Jawa Timur), Gilimanuk (Bali) dan Melolo (Sumbawa). Dari temuan
kerangka yang banyak jumlahnya menunjukkan ciri-ciri manusia. Sedangkan
penemuan di Gilimanuk dengan jumlah kerangka yang ditemukan 100 buah
menunjukkan ciri Mongoloid yang kuat seperti terlihat pada gigi dan
muka. Pada rangka manusia Gilimanuk terlihat penyakit gigi dan encok
yang banyak menyerang manusia ketika itu.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa dalam
masyarakat Bali pada masa perundagian telah berkembang tradisi
penguburan dengan cara-cara tertentu. Adapun cara penguburan yang
pertama ialah dengan mempergunakan peti mayat atau sarkofagus yang
dibuat dari batu padas yang lunak atau yang keras. Cara penguburannya
ialah dengan mempergunakan tempayan yang dibuat dari tanah liat seperti
ditemukan di tepi pantai Gilimanuk (Jembrana). Benda-benda temuan
ditempat ini ternyata cukup menarik perhatian di antaranya terdapat
hampir 100 buah kerangka manusia dewasa dan anak-anak, dalam keadaan
lengkap dan tidak lengkap. Tradisi penguburan dengan tempayan ditemukan
juga di Anyar (Banten), Sabbang (Sulawesi Selatan), Selayar, Rote dan
Melolo (Sumba). Di luar Indonesia tradisi ini berkembang di Filipina,
Thailand, Jepang dan Korea.
Kebudayaan megalithik ialah kebudayaan yang terutama menghasilkan
bangunan-bangunan dari batu-batu besar. Batu-batu ini mempunyai biasanya
tidak dikerjakan secara halus, hanya diratakan secara kasar saja untuk
mendapat bentuk yang diperlukan. di daerah Bali tradisi megalithik masih
tampak hidup dan berfungsi di dalam kehidupan masyarakat dewasa ini.
Adapun temuan yang penting ialah berupa batu berdiri (menhir) yang
terdapat di Pura Ratu Gede Pancering Jagat di Trunyan. Di pura in
terdapat sebuah arca yang disebut arca Da Tonta yang memiliki ciri-ciri
yang berasal dari masa tradisi megalithik. Arca ini tingginya hampir 4
meter. Temuan lainnya ialah di Sembiran (Buleleng), yang terkenal
sebagai desa Bali kuna, disamping desa-desa Trunyan dan Tenganan.
Tradisi megalithik di desa Sembiran dapat dilihat pada pura-pura yang
dipuja penduduk setempat hingga dewasa ini. dari 20 buah pura ternyata
17 buah pura menunjukkan bentuk-bentuk megalithik dan pada umumnya
dibuat sederhana sekali. Di antaranya ada berbentuk teras berundak, batu
berdiri dalam palinggih dan ada pula yang hanya merupakan susunan batu
kali.
Temuan lainnya yang penting juga ialah berupa bangunan-bangunan
megalithik yang terdapat di Gelgel (Klungkung).Temuan yang penting di
desa Gelgel ialah sebuah arca menhir yaitu terdapat di Pura Panataran
Jro Agung. Arca menhir ini dibuat dari batu dengan penonjolan kelamin
wanita yang mengandung nilai-nilai keagamaan yang penting yaitu sebagai
lambang kesuburan yang dapat memberi kehidupan kepada masyarakat.
MASUKNYA AGAMA HINDU
Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam
kelompok-kelompok serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang
dipusatkan kepada menghasilkan bahan makanan sendiri (pertanian dan
peternakan). Dalam masa bertempat tinggal tetap ini, manusia berdaya
upaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang
sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada zaman ini jenis manusia yang mendiami Indonesia dapat diketahui
dari berbagai penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, yang
terpenting di antaranya adalah temuan-temuan dari Anyer Lor (Banten),
Puger (Jawa Timur), Gilimanuk (Bali) dan Melolo (Sumbawa). Dari temuan
kerangka yang banyak jumlahnya menunjukkan ciri-ciri manusia. Sedangkan
penemuan di Gilimanuk dengan jumlah kerangka yang ditemukan 100 buah
menunjukkan ciri Mongoloid yang kuat seperti terlihat pada gigi dan
muka. Pada rangka manusia Gilimanuk terlihat penyakit gigi dan encok
yang banyak menyerang manusia ketika itu.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa dalam
masyarakat Bali pada masa perundagian telah berkembang tradisi
penguburan dengan cara-cara tertentu. Adapun cara penguburan yang
pertama ialah dengan mempergunakan peti mayat atau sarkofagus yang
dibuat dari batu padas yang lunak atau yang keras. Cara penguburannya
ialah dengan mempergunakan tempayan yang dibuat dari tanah liat seperti
ditemukan di tepi pantai Gilimanuk (Jembrana). Benda-benda temuan
ditempat ini ternyata cukup menarik perhatian di antaranya terdapat
hampir 100 buah kerangka manusia dewasa dan anak-anak, dalam keadaan
lengkap dan tidak lengkap. Tradisi penguburan dengan tempayan ditemukan
juga di Anyar (Banten), Sabbang (Sulawesi Selatan), Selayar, Rote dan
Melolo (Sumba). Di luar Indonesia tradisi ini berkembang di Filipina,
Thailand, Jepang dan Korea.
Kebudayaan megalithik ialah kebudayaan yang terutama menghasilkan
bangunan-bangunan dari batu-batu besar. Batu-batu ini mempunyai biasanya
tidak dikerjakan secara halus, hanya diratakan secara kasar saja untuk
mendapat bentuk yang diperlukan. di daerah Bali tradisi megalithik masih
tampak hidup dan berfungsi di dalam kehidupan masyarakat dewasa ini.
Adapun temuan yang penting ialah berupa batu berdiri (menhir) yang
terdapat di Pura Ratu Gede Pancering Jagat di Trunyan. Di pura in
terdapat sebuah arca yang disebut arca Da Tonta yang memiliki ciri-ciri
yang berasal dari masa tradisi megalithik. Arca ini tingginya hampir 4
meter. Temuan lainnya ialah di Sembiran (Buleleng), yang terkenal
sebagai desa Bali kuna, disamping desa-desa Trunyan dan Tenganan.
Tradisi megalithik di desa Sembiran dapat dilihat pada pura-pura yang
dipuja penduduk setempat hingga dewasa ini. dari 20 buah pura ternyata
17 buah pura menunjukkan bentuk-bentuk megalithik dan pada umumnya
dibuat sederhana sekali. Di antaranya ada berbentuk teras berundak, batu
berdiri dalam palinggih dan ada pula yang hanya merupakan susunan batu
kali.
Temuan lainnya yang penting juga ialah berupa bangunan-bangunan
megalithik yang terdapat di Gelgel (Klungkung).Temuan yang penting di
desa Gelgel ialah sebuah arca menhir yaitu terdapat di Pura Panataran
Jro Agung. Arca menhir ini dibuat dari batu dengan penonjolan kelamin
wanita yang mengandung nilai-nilai keagamaan yang penting yaitu sebagai
lambang kesuburan yang dapat memberi kehidupan kepada masyarakat.
MASA 1343-1846
KEDATANGAN EKSPEDISI GAJAH MADA
Ekspedisi Gajah Mada ke Bali dilakukan pada saat Bali diperintah oleh
Kerajaan Bedahulu dengan Raja Astasura Ratna Bumi Banten dan Patih Kebo
Iwa. Dengan terlebih dahulu membunuh Kebo Iwa, Gajah Mada memimpin
ekspedisi bersama Panglima Arya Damar dengan dibantu oleh beberapa orang
arya. Penyerangan ini mengakibatkan terjadinya pertempuran antara
pasukan Gajah Mada dengan Kerajaan Bedahulu. Pertempuran ini
mengakibatkan raja Bedahulu dan putranya wafat. Setelah Pasung Grigis
menyerah, terjadi kekosongan pemerintahan di Bali. Untuk itu, Majapahit
menunjuk Sri Kresna Kepakisan untuk memimpin pemerintahan di Bali dengan
pertimbangan bahwa Sri Kresna Kepakisan memiliki hubungan darah dengan
penduduk Bali Aga. Dari sinilah berawal wangsa Kepakisan.
PERIODE GELGEL
Karena ketidakcakapan Raden Agra Samprangan menjadi raja, Raden
Samprangan digantikan oleh Dalem Ketut Ngulesir. Oleh Dalem Ketut
Ngulesir, pusat pemerintahan dipindahkan ke Gelgel (dibaca /gɛl'gɛl/).
Pada saat inilah dimulai Periode Gelgel dan Raja Dalem Ketut Ngulesir
merupakan raja pertama. Raja yang kedua adalah Dalem Watu Renggong
(1460—1550). Dalem Watu Renggong menaiki singgasana dengan warisan
kerajaan yang stabil sehingga ia dapat mengembangkan kecakapan dan
kewibawaannya untuk memakmurkan Kerajaan Gelgel. Di bawah pemerintahan
Watu Renggong, Bali (Gelgel) mencapai puncak kejayaannya. Setelah Dalem
Watu Renggong wafat ia digantikan oleh Dalem Bekung (1550—1580),
sedangkan raja terakhir dari zaman Gelgel adalah Dalem Di Made
(1605—1686).
ZAMAN KERAJAAN KLUNGKUNG
Kerajaan Klungkung sebenarnya merupakan kelanjutan dari Dinasti Gelgel.
Pemberontakan I Gusti Agung Maruti ternyata telah mengakhiri Periode
Gelgel. Hal itu terjadi karena setelah putra Dalem Di Made dewasa dan
dapat mengalahkan I Gusti Agung Maruti, istana Gelgel tidak dipulihkan
kembali. Gusti Agung Jambe sebagai putra yang berhak atas takhta
kerajaan, ternyata tidak mau bertakhta di Gelgel, tetapi memilih tempat
baru sebagai pusat pemerintahan, yaitu bekas tempat persembunyiannya di
Semarapura.
Dengan demikian, Dewa Agung Jambe (1710-1775) merupakan raja pertama
zaman Klungkung. Raja kedua adalah Dewa Agung Di Made I, sedangkan raja
Klungkung yang terakhir adalah Dewa Agung Di Made II. Pada zaman
Klungkung ini wilayah kerajaan terbelah menjadi kerajaan-kerajaan kecil.
Kerajaan-kerajaan kecil ini selanjutnya menjadi swapraja (berjumlah
delapan buah) yang pada zaman kemerdekaan dikenal sebagai kabupaten.
KERAJAAN - KERAJAAN PECAHAN KLUNGKUNG
Kerajaan Badung, yang kemudian menjadi Kabupaten Badung.
Kerajaan Mengwi, yang kemudian menjadi Kecamatan Mengwi.
Kerajaan Bangli, yang kemudian menjadi Kabupaten Bangli.
Kerajaan Buleleng, yang kemudian menjadi Kabupaten Buleleng.
Kerajaan Gianyar, yang kemudian menjadi Kabupaten Gianyar.
Kerajaan Karangasem, yang kemudian menjadi Kabupaten Karangasem.
Kerajaan Klungkung, yang kemudian menjadi Kabupaten Klungkung.
Kerajaan Tabanan, yang kemudian menjadi Kabupaten Tabanan.
Kerajaan Denpasar,yang kemudian menjadi Kota Madya Denpasar
MASA 1846 - 1949
Pada periode ini mulai masuk intervensi Belanda ke Bali dalam rangka
"pasifikasi" terhadap seluruh wilayah Kepulauan Nusantara. Dalam proses
yang secara tidak disengaja membangkitkan sentimen nasionalisme
Indonesia ini, wilayah-wilayah yang belum ditangani oleh administrasi
Batavia dicoba untuk dikuasai dan disatukan di bawah administrasi.
Belanda masuk ke Bali disebabkan beberapa hal: beberapa aturan kerajaan
di Bali yang dianggap mengganggu kepentingan dagang Belanda, penolakan
Bali untuk menerima monopoli yang ditawarkan Batavia, dan permintaan
bantuan dari warga Pulau Lombok yang merasa diperlakukan tidak adil oleh
penguasanya (dari Bali).
PERLAWANAN TERHADAP ORANG - ORANG BELANDA
Masa ini merupakan masa perlawanan terhadap kedatangan bangsa Belanda di
Bali. Perlawanan-perlawanan ini ditandai dengan meletusnya berbagai
perang di wilayah Bali. Perlawanan-perlawanan tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut :
Perang Buleleng (1846)
Perang Jagaraga (1848--1849)
Perang Kusamba (1849)
Perang Banjar (1868)
Puputan Badung (1906)
Puputan Klungkung (1908)
Dengan kemenangan Belanda dalam seluruh perang dan jatuhnya kerajaan
Klungkung ke tangan Belanda, berarti secara keseluruhan Bali telah jatuh
ke tangan Belanda.
ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
Sejak kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda mulailah pemerintah
Belanda ikut campur mengurus soal pemerintahan di Bali. Hal ini
dilaksanakan dengan mengubah nama raja sebagai penguasa daerah dengan
nama regent untuk daerah Buleleng dan Jembrana serta menempatkan P.L.
Van Bloemen Waanders sebagai controleur yang pertama di Bali.
Struktur pemerintahan di Bali masih berakar pada struktur pemerintahan
tradisional, yaitu tetap mengaktifkan kepemimpinan tradisional dalam
melaksanakan pemerintahan di daerah-daerah. Untuk di daerah Bali,
kedudukan raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, yang pada waktu
pemerintahan kolonial didampingi oleh seorang controleur. Di dalam
bidang pertanggungjawaban, raja langsung bertanggung jawab kepada
Residen Bali dan Lombok yang berkedudukan di Singaraja, sedangkan untuk
Bali Selatan, raja-rajanya betanggung jawab kepada Asisten Residen yang
berkedudukan di Denpasar.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi, pemerintah Belanda telah
membuka sebuah sekolah rendah yang pertama di Bali, yakni di Singaraja
(1875) yang dikenal dengan nama Tweede Klasse School. Pada tahun 1913
dibuka sebuah sekolah dengan nama Erste Inlandsche School dan kemudian
disusul dengan sebuah sekolah Belanda dengan nama Hollands Inlandshe
School (HIS) yang muridnya kebanyakan berasal dari anak-anak bangsawan
dan golongan kaya.
LAHIRNYA ORGANISASI PERGERAKAN
Akibat pengaruh pendidikan yang didapat, para pemuda pelajar dan
beberapa orang yang telah mendapatkan pekerjaan di kota Singaraja
berinisiatif untuk mendirikan sebuah perkumpulan dengan nama "Suita Gama
Tirta" yang bertujuan untuk memajukan masyarakat Bali dalam dunia ilmu
pengetahuan melalui ajaran agama. Sayang perkumpulan ini tidak burumur
panjang. Kemudian beberapa guru yang masih haus dengan pendidikan agama
mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama "Shanti" pada tahun 1923.
Perkumpulan ini memiliki sebuah majalah yang bernama "Shanti Adnyana"
yang kemudian berubah menjadi "Bali Adnyana".
Pada tahun 1925 di Singaraja juga didirikan sebuah perkumpulan yang
diberi nama "Suryakanta" dan memiliki sebuah majalah yang diberi nama
"Suryakanta". Seperti perkumpulan Shanti, Suryakanta menginginkan agar
masyarakat Bali mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan dan
menghapuskan adat istiadat yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan
zaman. Sementara itu, di Karangasem lahir suatu perhimpunan yang bernama
"Satya Samudaya Baudanda Bali Lombok" yang anggotanya terdiri atas
pegawai negeri dan masyarakat umum dengan tujuan menyimpan dan
mengumpulkan uang untuk kepentingan studiefonds.
ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG
Setelah melalui beberapa pertempuran, tentara Jepang mendarat di Pantai
Sanur pada tanggal 18 dan 19 Februari 1942. Dari arah Sanur ini tentara
Jepang memasuki kota Denpasar dengan tidak mengalami perlawanan apa-apa.
Kemudian, dari Denpasar inilah Jepang menguasai seluruh Bali. Mula-mula
yang meletakkan dasar kekuasaan Jepang di Bali adalah pasukan Angkatan
Darat Jepang (Rikugun). Kemudian, ketika suasana sudah stabil penguasaan
pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan sipil.
Karena selama pendudukan Jepang suasana berada dalam keadaan perang,
seluruh kegiatan diarahkan pada kebutuhan perang. Para pemuda dididik
untuk menjadi tentara Pembela Tanah Air (PETA). Untuk daerah Bali, PETA
dibentuk pada bulan Januari tahun 1944 yang program dan syarat-syarat
pendidikannya disesuaikan dengan PETA di Jawa.
ZAMAN KEMERDEKAAN
Menyusul Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 23 Agustus 1945,
Mr. I Gusti Ketut Puja tiba di Bali dengan membawa mandat
pengangkatannya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan beliau
inilah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Bali mulai disebarluaskan
sampai ke desa-desa. Pada saat itulah mulai diadakan persiapan-persiapan
untuk mewujudkan susunan pemerintahan di Bali sebagai daerah Sunda
Kecil dengan ibu kotanya Singaraja.
Sejak pendaratan NICA di Bali, Bali selalu menjadi arena pertempuran.
Dalam pertempuran itu pasukan RI menggunakan sistem gerilya. Oleh karena
itu, MBO sebagai induk pasukan selalu berpindah-pindah. Untuk
memperkuat pertahanan di Bali, didatangkan bantuan ALRI dari Jawa yang
kemudian menggabungkan diri ke dalam pasukan yang ada di Bali. Karena
seringnya terjadi pertempuran, pihak Belanda pernah mengirim surat
kepada Rai untuk mengadakan perundingan. Akan tetapi, pihak pejuang Bali
tidak bersedia, bahkan terus memperkuat pertahanan dengan
mengikutsertakan seluruh rakyat.
Untuk memudahkan kontak dengan Jawa, Rai pernah mengambil siasat untuk
memindahkan perhatian Belanda ke bagian timur Pulau Bali. Pada 28 Mei
1946 Rai mengerahkan pasukannya menuju ke timur dan ini terkenal dengan
sebutan "Long March". Selama diadakan "Long March" itu pasukan gerilya
sering dihadang oleh tentara Belanda sehingga sering terjadi
pertempuran. Pertempuran yang membawa kemenangan di pihak pejuang ialah
pertempuran Tanah Arun, yaitu pertempuran yang terjadi di sebuah desa
kecil di lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem. Dalam pertempuran
Tanah Arun yang terjadi 9 Juli 1946 itu pihak Belanda banyak menjadi
korban. Setelah pertempuran itu pasukan Ngurah Rai kembali menuju arah
barat yang kemudian sampai di Desa Marga (Tabanan). Untuk lebih
menghemat tenaga karena terbatasnya persenjataan, ada beberapa anggota
pasukan terpaksa disuruh berjuang bersama-sama dengan masyarakat.
PUPUTAN MARGARANA
Pada waktu staf MBO berada di desa Marga, I Gusti Ngurah Rai
memerintahkan pasukannya untuk merebut senjata polisi NICA yang ada di
Kota Tabanan. Perintah itu dilaksanakan pada 18 November 1946 (malam
hari) dan berhasil baik. Beberapa pucuk senjata beserta pelurunya dapat
direbut dan seorang komandan polisi NICA ikut menggabungkan diri kepada
pasukan Ngurah Rai. Setelah itu pasukan segera kembali ke Desa Marga.
Pada 20 November 1946 sejak pagi-pagi buta tentara Belanda mulai
nengadakan pengurungan terhadap Desa Marga. Kurang lebih pukul 10.00
pagi mulailah terjadi tembak-menembak antara pasukan Nica dengan pasukan
Ngurah Rai. Pada pertempuran yang seru itu pasukan bagian depan Belanda
banyak yang mati tertembak. Oleh karena itu, Belanda segera
mendatangkan bantuan dari semua tentaranya yang berada di Bali ditambah
pesawat pengebom yang didatangkan dari Makassar. Di dalam pertempuran
yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan
mundur sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai
mengadakan "Puputan" atau perang habis-habisan di desa margarana
sehingga pasukan yang berjumlah 96 orang itu semuanya gugur, termasuk
Ngurah Rai sendiri. Sebaliknya, di pihak Belanda ada lebih kurang 400
orang yang tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut pada tanggal 20
november 1946 di kenal dengan perang puputan margarana, dan kini pada
bekas arena pertempuran itu didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.
KONFERENSI DENPASAR
Pada tanggal 7 sampai 24 Desember 1946, Konferensi Denpasar berlangsung
di pendopo Bali Hotel. Konferensi itu dibuka oleh Hubertus Johannes van
Mook yang bertujuan untuk membentuk Negara Indonesia Timur (NIT) dengan
ibu kota Makassar (Ujung Pandang).
Dengan terbentuknya Negara Indonesia Timur itu susunan pemerintahan di
Bali dihidupkan kembali seperti pada zaman raja-raja dulu, yaitu
pemerintahan dipegang oleh raja yang dibantu oleh patih, punggawa,
perbekel, dan pemerintahan yang paling bawah adalah kelian. Di samping
itu, masih ada lagi suatu dewan yang berkedudukan di atas raja, yaitu
dewan raja-raja.
PENYERAHAN KEDULATAN
Agresi militer yang pertama terhadap pasukan pemeritahan Republik
Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta dilancarakan oleh Belanda pada
tanggal 21 Juli 1947. Belanda melancarkan lagi agresinya yang kedua 18
Desember 1948. Pada masa agresi yang kedua itu di Bali terus-menerus
diusahakan berdirinya badan-badan perjuangan bersifat gerilya yang lebih
efektif. Sehubungan dengan hal itu, pada Juli 1948 dapat dibentuk
organisasi perjuangan dengan nama Gerakan Rakyat Indonesia Merdeka
(GRIM). Selanjutnya, tanggal 27 November 1949, GRIM menggabungkan diri
dengan organisasi perjuangan lainnya dengan nama Lanjutan Perjuangan.
Nama itu kemudian diubah lagi menjadi Pemerintah Darurat Republik
Indonesia (PDRI) Sunda Kecil.
Sementara itu, Konferensi Meja Bundar (KMB) mengenai persetujuan tentang
pembentukan Uni Indonesia - Belanda dimulai sejak akhir Agustus 1949.
Akhirnya, 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RIS. Selanjutnya,
pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS diubah menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
DAFTAR KABUPATEN DAN KOTA DI BALI
No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Badung Badung
2 Kabupaten Bangli Bangli
3 Kabupaten Buleleng Singaraja
4 Kabupaten Gianyar Gianyar
5 Kabupaten Jembrana Negara
6 Kabupaten Karangasem Karangasem
7 Kabupaten Klungkung Klungkung
8 Kabupaten Tabanan Tabanan
9 Kota Denpasar -
DAFTAR GUBERNUR BALI
1. Anak agung bagus sutedja : tahun 1950 - 1958
2. I Gusti Bagus Oka : tahun 1958 - 1959
3. Anak agung bagus sutedja : tahun 1959 - 1965
4. I Gusti putu martha : tahun 1965 - 1967
5. Soekarmen : tahun 1967 - 1978
6. Prof. Dr. Ida Bagus mantra : tahun 1978 - 1988
7. Prof. Dr. Ida bagus oka : tahun 1988 - 1993
8. Drs. Dewa made beratha : tahun 1993 - 2008
9. I made mangku pastika : tahun 2008 - 2013
BIODATA PULAU BALI :
Batas Wilayah :
- Utara : Laut Bali
- Selatan : Samudera Indonesia
- Barat : Provinsi Jawa Timur
- Timur : Provinsi Nusa Tenggara Barat
Hari Jadi Bali : 14 Agustus 1959
Ibukota : Denpasar (Dahulu Singaraja)
Koordinat : 9º 0' - 7º 50' LS
114º 0' - 116º 0' BT
Luas : 5.634 KM2
Situs Web : www.baliprov.go.id
Lagu Daerah : Bali Jagaddhita
sumber :: http://asal-usul-motivasi.blogspot.com/2012/02/asal-usul-sejarah-pulau-bali.html
No comments:
Post a Comment