"Peristiwa 10 November". Peristiwa perang besar ini, terjadi di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Berikut latar belakangnya. Pada tanggal 15 September 1945, tentara
Inggris mendarat di Jakarta dan pada tanggal 25 Oktober mereka mendarat
di Surabaya. Tentara Inggris didatangkan ke Indonesia atas keputusan dan
atas nama Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang,
membebaskan para tawanan yang ditahan Jepang, dan memulangkan tentara
Jepang ke negerinya. Tetapi, di samping itu, tentara Inggris juga
memeliki tujuan rahasia untuk mengembalikan Indonesia kepada pemerintah
Belanda sebagai jajahannya.
Berbagai perkembangan yang terjadi telah menunjukkan hal itu dan
meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di berbagai daerah. Hal ini
menyulut berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan
Inggris dengan beraneka-ragam badan perjuangan yang dibentuk oleh
rakyat. Puncaknya adalah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan
tentara Inggris untuk Jawa Timur, pada tanggal 30 Oktober.
Karena terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby itu, maka penggantinya
(Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan sebuah ultimatum. Dalam ultimatum
itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata
harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan
menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum
adalah jam 6 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Alasannya, antara lain,
Republik Indonesia sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat sebagai
alat negara juga telah dibentuk.
Maka, pada tanggal 10 November (pagi), tentara Inggris mulai melancarkan
serangan besar-besaran, dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu, 50
pesawat terbang dan sejumlah kapal perang. Ribuan penduduk menjadi
korban, banyak yang gugur dan luka-luka. Tetapi, perlawanan para pejuang
tetap berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari
penduduk. Pihak Inggris salah menduga bahwa Kota Surabaya bisa direbut
dalam waktu tiga hari saja, salah. Mereka perlu waktu sampai sebulan!
"Peristiwa 10 November", pada kemudian hari, diperingati sebagai Hari
Pahlawan Nasional. Bukan hanya untuk mengenang begitu banyaknya pahlawan
yang gugur, atau lamanya pertempuran dan besarnya kekuatan lawan.
Namun, juga untuk mengingatkan kita pada peran dan pengaruhnya, yang
begitu besar padajalannya revolusi. "Peristiwa 10 November" bisa
menggerakkan rakyat untuk ikut serta, baik secara aktif maupun pasif,
dalam perjuangan membela bangsa dan Tanah Air.
Pahlawan Kehidupan
Berkaitan dengan Hari Pahlawan Nasional, motivator kita Andrie Wongso
mengatakan, "Jika kita mau menggali lebih dalam, kita terlahir untuk
jadi pemenang. Selalu ada jiwa seorang patriot dalam diri setiap insan,
yang akan menjadikan kita sebagai pahlawan.
Tentu, kita tak harus angkat senjata di medan laga untuk menjadi
pahlawan sebenarnya. Melakukan berbagai hal positif dan memberi makna
dalam kehidupan ini, bisa menjadi kita seorang pahlawan.
Oleh karena itu, pada Hari Pahlawan Nasional ini, saya mengajak agar
kita bersama kembali menengok ke dalam diri sendiri, tentang apa-apa
saja yang sudah kita lakukan. Jika sukses yang didapat, terus
pertahankan! Jika gagal yang terjadi, teruslah berjuang. Jika kebaikan
yang kita petik, segera bagikan. Jika keburukan yang kita tuai, evaluasi
dan segera lakukan perbaikan. Saya yakin, jika semangat ini terus
dipertahankan, niscaya, kita akan tampil sebagai ‘pahlawan-pahlawan'
kehidupan. Salam sukses, luar biasa!"
sumber :: www.blogger.com/blogger.g?blogID=7808643270448846920#editor/target=post;postID=3991540026989529026
No comments:
Post a Comment