Oleh : Jacinta F.Rini
Masa anak-anak adalah masa di mana mereka belajar mengenal dunia lewat bermain. Bermain menjadi sarana sekaligus jembatan antara apa yang ada dalam alam fantasi mereka dengan apa yang (bisa) mereka wujudkan.Anak tidak melihat permainan sebagai "bermain" sebagaimana orang tua atau orang dewasa menganggap bermain adalah sesuatu yang tidak riil. Anak-anak yang lebih kecil menganggap bermain adalah sebuah realita seperti halnya orang dewasa bekerja, bersekolah, membereskan rumah, dsb. Bermain adalah dunia dimana mereka berada dan memberi makna terhadap segala sesuatu yang mereka hadapi dalam permainan itu.
Dalam acara bermain, anak-anak bisa belajar mengenali apa yang bisa mereka
lakukan sendiri dan mana yang perlu bantuan orang tua. Anak-anak belajar
mengukur kemampuan diri dan mengukur tantangan yang ada. Bahkan menurut
penelitian yang dilakukan Lewis (2000), anak-anak usia 1-6 tahun belajar mengembangkan
kemampuan problem solving dari
bermain; karena bermain menghadirkan berbagai konteks dan situasi yang harus
mereka hadapai on the spot. Lewat
bermain, anak menemukan cara-cara kreatif dan unik dalam mengatasi masalah.
Sebenarnya jika diringkas, banyak sekali manfaat bermain bagi anak, selain yang
sudah disebutkan di atas. Sebuah studi yang dilakukan dalam kurun waktu
bertahun-tahun menemukan anak yang ketika kecil (usia 4 tahun) gemar bermain blocks atau lego, ketika SMA
memperlihatkan kemampuan matematika yang lebih tinggi.
Problem Dalam Bermain
Dalam Journal of Adolescence 27 (2004) 5-22 memuat hasil penelitian dampak hostile video game terhadap remaja.
Sebagai permainan yang "paling digemari" abad ini, game yang hostile ternyata membuat remaja lebih hostile, agresif dan kasar, dalam berargumentasi dengan guru/authority figure dan lebih sering
terlibat perkelahian fisik serta membuat prestasi belajar memburuk. Fenomena di
Indonesia dewasa ini, anak-anak kecil usia sekolah dasar bahkan TK sudah di expose oleh permainan-permainan hostile lewat game dan TV. Dengan temuan itu, dapat dibayangkan bagaimana jadinya
anak-anak masa depan kita.
2. Tidak sesuai medianya dan kebutuhan anak
Kita lihat banyak beredar game yang
tidak peduli kategori usia, yang penting laku keras. Padahal, permainan hostile itu untuk dewasa. Sama halnya
dengan tontonan TV, meski pun itu film Popeye atau pun Mr Bean bahkan Tom and
Jerry, Sponge Bob, Bart Simpson, film-film tersebut banyak menayangkan plot, alur cerita, atau kejadian
yang tidak cocok dikonsumsi anak-anak kecil yang dalam proses pembentukan
nilai. Film-film itu sebenarnya miniatur orang dewasa, sehingga alhasil
anak-anak benar-benar menjadi miniatur orang dewasa karena meniru tokoh kartun
di TV yang dibuat ala pikiran (dan delinquency-nya)
orang dewasa.
3. Tidak ada engagement atau keterlibatan
Kerap terjadi, anak-anak disuruh bermain dan diberi permainan agar tidak mengganggu
atau merepotkan orang dewasa/orangtua. Ada orangtua yang enggan bermain dengan
anak, karena sibuk, atau tidak nyambung dengan anaknya karena perbedaan dunia
yang tak (mau) diselami.
Baby sitter atau mbak, tidak selalu
jenis yang mau dan mampu menyelam ke dalam dunia anak, karena sebagian
menganggap tugas utama adalah menjaga dan melayani dalam arti harafiah. Ketika
permainan dilakukan tidak dengan hati, maka proses bermain menjadi lebih
hambar. Dalam kehambaran itulah, tidak terbangun kepekaan dan empati yang
sebenanarnya bisa diasah lewat bermain. Alhasil anak mudah bosan dan mudah
frustrasi. Sebaliknya, dalam permainan yang engaging, akan ada diskusi dua arah
yang membuka kemungkinan solusi. Bermain mobil-mobilan, polisi-polisian,
pemadam kebakaran, masak-masakan, semua yang "biasa-biasa" bisa
menjadi hidup dan menarik jika pemainnya terlibat secara emosi dan tentunya,
fantasi. Tanpa keterlibatan jiwa raga, permainan mahal pun belum tentu mampu
menghadirkan makna dan dampak yang dasyat pada anak.
Edward Fisher seorang psikolog menemukan keterkaitan antara bermain dengan
perkembangan ketrampilan berbahasa. Ia menemukan bahwa bermain role play, meningkatkan kemampuan
kognitif-linguistik dan sosial afektif anak. Itu sebabnya bermain dengan hati
menjadi penting untuk menciptakan suasana bermain yang hidup dan menyenangkan.
Kendala Anak Untuk Bermain
Beberapa hal yang sering menjadi kendala
anak dalam bermain, adalah kurangnya area bermain seperti tempat lapang dan
rerumputan yang kini sangat langka terutama bagi anak-anak perkotaan. Sarana
permainan yang bisa dinikmati dan dimanfaatkan publik pun hampir tidak
tersedia, kecuali ke arena bermain di mall dan harus membayar. Selain persoalan di atas, ada kendala
yang lebih krusial dan substansial karena kendala tersebut ada di hadapan mata
dan terjadi hampir setiap hari tanpa disadari oleh para orangtua. Kendala yang
bisa diistilahkan sebagai inhibitor, yakni :
1. Ketakutan orangtua
"Awas jatuh!", "Jangan, pokoknya nggak boleh
naik-naik", "awas bisa tergelincir lho". Banyak ungkapan yang disuarakan orangtua ketika
sedang bersama anaknya di tempat umum. Sikap orangtua yang overprotective, membuat anak kurang percaya diri dan tergantung. Kecemasan
dan ketakutan orangtua terbaca oleh anak sebagai ekspresi ketidakpercayaan
mereka terhadap kemampuan anak mengatasi situasi saat itu. Mekanismenya
demikian, ketika orangtua tidak percaya pada anak, pada akhirnya anak meragukan
dan mempertanyakan kemampuan mereka. Selanjutnya, anak akan membatasi diri
sebelum mereka mengeksplorasi kemungkinan dan kesanggupan, before they reach their upper limit. Inilah yang menjadi sumber
inferioritas dan rendahnya harga diri.
2. Nilai
Nilai yang
dimiliki dan diyakini
orangtua berpengaruh terhadap anak. Sebagai contoh ada seruan "anak
laki tidak boleh masa-masakan, nanti jadi homo". Sementara konsep homo
sendiri jauh dari
jangkauan pikiran anak-anak yang masih innocence. "Anak perempuan kok manjat-manjat, ayo turun, kamu bukan anak laki". Sebagian orangtua
menganggap mendidik anak harus keras dan anak harus dibatasi sebagaimana
tradisi keluarga. Orangtua ini akan menghalangi proses eksplorasi anak terhadap
dirinya dan dunia serta masa depannya.
3. Ego
"Jangan main di pantai, panas, nanti mama jadi hitam" atau "Nonton acara mama
saja, lebih seru daripada nonton kartun" atau "Main sama Mbak sana, papa
sedang sibuk nih, ini lebih penting
soalnya!". Tanpa disadari, kebutuhan dan keinginan orangtua berlomba dengan
kebutuhan anak, untuk direalisasikan. Situasi
ini sebenarnya mendudukkan orangtua menjadi kekanak-kanakan dan mendudukkan
anak menjadi yang lebih tua karena akhirnya anaklah yang mengalah demi orangtua.
Apa yang akan terjadi ?
Jika dibiarkan, proses learning by doing and experiencing menjadi terhambat karena
terkendala berbagai hal. Sementara, ada banyak tugas perkembangan yang harus dijalankan
oleh anak-anak kita dalam rangka pengembangkan berbagai komponen yang sangat
krusial bagi proses pertumbuhan, kematangan dan keberhasilan hidup mereka di
masa mendatang. Komponen tersebut adalah :- Kemampuan survival, yakni kemampuan untuk bertahan dan keluar sebagai pemenang dalam kehidupan, mampu mengendalikan kehidupan dan tidak membiarkan diri menjadi korban keadaan.
- Kemampuan empati, kemampuan untuk memahami keadaan, perasaan, kesulitan, keterbatasan dan kemanusiaan orang lain, sebagaimana ia memahami dirinya sendiri
- Kemampuan mengelola emosi, yakni kemampuan mengolah perasaan, hingga mempunyai kepekaan rasa dan ketajaman intuisi
- Kemampuan beradaptasi, kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar maupun hal-hal baru
- Kemampuan bertumbuh, kemampuan untuk terus mencari dan melakukan pertumbuhan, untuk keluar dari rasa nyaman (comfort) untuk menemukan sesuatu yang lebih baik.
- Kemampuan recovery dan rekonstruksi, kemampuan bangkit dari kegagalan, belajar dari kegagalan maupun memperbaiki kesalahan
- Kemampuan mencari yang hakiki, mencari keutamaan sejati, kemampuan untuk membedakan, apa yang terutama dan utama dalam hidup ini, apa yang menjadi impian dan panggilan hidupnya kelak.
- Kemampuan membangun nilai infrastruktur, kemampuan untuk mengadopsi dan menginternalisasi nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi dalam bersikap dan bertindak.
Solusi Bermain Dengan Asik
Sampai kapanpun, anak akan membutuhkan
bermain, oleh karenanya, tantangan untuk menghadirkan permainan dan waktu
bermain yang berkualitas adalah tantangan bagi orangtua modern. Solusi untuk bermain
di jaman modern ini tidaklah terlalu sulit untuk dijalankan meskipun terkendala
arena maupun sarana. Semua itu adalah nomer 2, yang terpenting adalah keterlibatan
orangtua (dan pengasuh), hubungan yang terjalin antara orangtua dengan anak
serta kreativitas orangtua atau pengasuhnya dengan anak yang diajak bermain. Pada
dasarnya semua anak kreatif, namun orang dewasa kerap kehilangan kreativitas dan
kehilangan minat serta daya fantasi untuk bermain mengikuti irama anak. Ada beberapa
prasyarat untuk mengupayakan terjadinya permainan yang seru dan berkualitas :
- Lepaskan keinginan "Jaga Image". Jaga image memperbesar jarak dengan anak sehingga tidak terjadi chemistry yang membuat suasana bermain menjadi hidup.
- Lepaskan idealism dan judgment. Idealisme dan judgment membuat kita cenderung menilai segala sesuatu dan akhirnya kehilangan minat untuk bermain karena segala sesuatu diukur pakai kaca mata penilaian dan "apa kata orang lain"
- Berusahalah. Banyak permainan murah dan asik bisa dilakukan jika kita sebagai orang dewasa mau mengupayakannya terlebih dahulu. Misalnya, ingin bermain sambil melakukan percobaan sederhana di rumah, maka orangtua atau pendamping perlu menyiapkan bahan-bahannya, dengan dibantu oleh anak agar keterlibatan itu terbangun sejak awal. Tanpa usaha, maka permainan yang murah dan mendidik tidak akan terwujud.
- Bergeraklah. Banyak permainan sederhana yang bisa terwujud jika kita mau bergerak. Persoalannya dewasa ini orang dewasa cenderung malas bergerak, namun lebih banyak menghabiskan waktu pada komputer, handphone maupun televisi atau smartphone lainnya.
- Biasakanlah. Buatlah agar bermain dengan anak
menjadi sebuah kebiasaan dan kebutuhan kedua belah pihak. Ikatan emosional akan
terjalin dengan sendirinya ketika kita memberikan diri kita sepenuhnya
sebagaimana anak-anak memberikan diri mereka sepenuhnya pada "that very moment".
Ikatan itu lah yang akan membuat hubungan orangtua-anak menjadi hubungan yang
terbuka dan saling menghargai, saling mengerti dan mendukung; orangtua dan anak
adalah satu team.
Beberapa jenis permainan yang solutif
- Membuat percobaan ilmiah yang sederhana, dengan bahan-bahan yang tersedia di rumah. Permainan percobaan ini tidak hanya menyenangkan tapi juga mendidik.
- Bermain instrument musik dengan perlengkapan dapur atau benda-benda yang aman lainnya. Membuat sendiri alat music juga menyenangkan dan bisa digunakan terus menerus.
- Bermain bowling dengan botol bekas dan bola
- Bermain basket dengan ember digantung dan bola yang ringan
- Bermain bulu tangkis
- Tebak kata maupun teka-teki
- Bermain peran seperti pemadam kebakaran, piknik ke kebun binatang, polisi penjaga pantai, polisi lalu lintas, little chef, dsb
- Bermain lego, catur, ular tangga dan monopoli serta permainan sejenis lainnya. Kita bisa membuat sendiri ular tangga atau monopoli dengan tantangan yang lebih menarik.
- Treasure hunting, dengan menggambar peta sendiri dan menyembunyikan beberapa harta karun di sudut-sudut rumah.. Permainan ini bisa dimainkan secara kelompok, cocok untuk liburan atau pesta.
- Membuat kue, yang tidak membutuhkan api dan kompor, atau dibantu orang dewasa pada saat memanggangnya
- Art and craft dengan bahan bekas, misal kotak tissue yang tak terpakai, daun kering, dsb
- Bercocok tanam di polybag dan memelihara tanaman maupun binatang peliharaan
- Bermain dengan kaca pembesar untuk melihat benda-benda lebih dekat
- Bermain lompat tali atau permainan tradisional seperti congklak, bola bekel, dsb
- Bermain outdoor seperti berenang, sepeda, sepatu roda, skate board, hingga latihan memanjat pohon (jika masih ada pohon yang bisa dipanjat).
Banyak permainan yang bisa dilakukan,
namun semua membutuhkan usaha dan kemauan terutama dari pihak orangtua atau pengasuh.
satu hal yang perlu diketahui pula, bahwa pada dasarnya jika orangtua ikut
berpartisipasi dalam permainan anak-anak mereka, orangtua juga akan merasakan
manfaat yang besar bagi tubuh dan jiwa mereka. Bermain bagi orang dewasa juga
bermanfaat untuk merevitalisasi kembali energi, mengobati stress, menumbuhkan kreativitas, harapan dan impian, mengatasi rasa
kesepian dan kesedihan, serta meningkatkan daya tahan menghadapi tekanan dan
kehidupan. Masih banyak manfaat bermain lainnya bagi orang dewasa. Oleh
karenanya, bagi siapapun yang masih mempunyai anak kecil di rumah, bermainlah
bersama agar chemistry yang terjalin membangun energy positif bagi kedua pihak
dan membangun karakter anak yang lebih percaya diri dan positif.
sumber :: http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel.asp
bermain anak sangat bagus dalam pembentukan karakter anak2. juga kita dapat sekaligus mengajarkan beberapa hal2
ReplyDeleteterima kasih sudah mampir :)
Delete