Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 8
Januari 2013 setidaknya menggemparkan dunia pendidikan. Betapa tidak,
keputusan tersebut telah mengubah peta pendidikan Nasional. MK telah
mengabulkan tuntutan dari sejumlah elemen masyarakat untuk mengembalikan
status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasiona (RSBI) pada Sekolah
Standar Nasional (SSN).
Walaupun hampir satu bulan, rasanya belum tuntas
jika tidak membagikan opini ini pada masyarakat luas.
Perlu kita ingat, pendirian RSBI dipayungi
oleh Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 50 ayat 3 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Namun, MK menganulir keputusan tersebut dengan
alasan berbiaya mahal sehingga menimbulkan kesenjangan
sosial di bidang pendidikan. Selain itu, penggunaan bahasa Inggris juga
dipercaya dapat menghilangkan jati diri bangsa pada generasi muda.
Sejumlah masyarakat patut berbangga pada
tuntutannya yang telah dikabulkan MK. Namun, bagaimana dengan anak
didik, maupun pengajar eks-RSBI yang notabene merupakan pihak yang
dirugikan atas keputusan tersebut ? Trauma psikologis mungkin terlalu
ekstrem untuk menjelaskan keadaan mereka saat ini, namun setidaknya
mereka tetap dapat bersyukur karena pernah mendapat kesempatan untuk
belajar di sekolah dengan status RSBI.
Mengapa RSBI dibentuk ? mungkin itulah
pertanyaan yang perlu kita korek untuk menjadikan diri lebih bijak dalam
memandang situasi seperti ini. Iya, RSBI atau Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional dalam pendiriaannya saat itu telah melalui beberapa
perdebatan yang alot antara beberapa ahli pendidikan di Indonesia.
Era globalisasi ini telah menciptakan
hubungan yang mudah antar manusia tanpa adanya batas antar Negara,
ditambah lagi kecanggihan teknologi semakin memanjakan manusia untuk
berinteraksi. Belajar di luar negeri, ataupun belajar di sekolah
internasional merupakan gaya para borjuis saat ini untuk memberikan
pendidikan pada anaknya. Jelas, kita tidak dapat menstop gaya
hidup tersebut ditambah banyaknya sekolah internasional yang mulai
tumbuh subur di tanah air. Jika hal ini terus dibiarkan terjadi, maka
kesenjangan sosial pendidikan di Indonesia akan semakin terlihat dan
otomatis pendidikan di Indonesia semakin kehilangan harga diri, ya harga
diri karena putra-putri bangsa tidak lagi percaya pada pendidikan
negaranya sendiri yang memang kualitasnya kalah jauh dengan pendidikan
luar.
Itulah sedikit contoh pemikiran serta
analisis ahli pendidikan saat itu untuk meningkatkan kualitas pendidikan
di Indonesia. Jika tujuannya demikian, kenapa tidak semua sekolah
dibuat RSBI saja? Perlu kita ketahui, anggaran pendidikan untuk negeri
ini terbatas, sehingga diperlukan strategi super jitu untuk untuk
mencapai tujuan mulia tersebut. Pendirian RSBI yang jumlahnya belum
banyak ini merupakan sebuah fase maupun tahapan untuk mencapai tujuan
akhir yaitu peningkatan kualitas pendidikan. RSBI diharapkan dapat
memberikan gambaran masa depan pendidikan di Indonesia. Hal tersebut
mampu terjawab dengan banyaknya siswa RSBI yang melanjutkan study di
Universitas luar negeri. Selain itu, melalui RSBI juga lah, kerjasama
antar sekolah di Indonesia dengan institusi pendidikan luar luar dapat
terjalin dengan mudah. Pertukaran pelajar maupun pendidik dapat terjalin
dengan mudah dengan program RSBI tersebut. Peningkatan kualitas guru,
serta sarana dan prasarana penunjang pendidikan diharapkan dapat memacu
prestasi anak bangsa agar mampu bersaing di kancah Internasional.
Sertifikasi manajemen ISO dan lingkungan yang menjadi syarat sekolah
untuk menyelanggarakan pendidikan RSBI juga memberikan peningkatan pada
pengelolaan pendidikan di tiap sekolah. Sehingga pada akhirnya dengan
dukungan beberapa hal tersebut, diharapkan putra- putri bangsa dapat
merasa nyaman dan bangga untuk belajar di RSBI daripada harus belajar di
sekolah asing atau justru ke luar negeri.
Kesenjangan sosial akan harga yang tinggi
setidaknya mampu disiasati, mengingat RSBI bukan hanya tanggung jawab
pemerintah pusat saja, melainkan pemerintah daerah juga memilki tanggung
jawab. Beberapa daerah telah membangun sekolah RSBI khusus bagi siswa
berprestasi di daerahnya. Bahkan, siswa dari kalangan tidak mampu pun
dapat bersekolah di sana. Biaya pendidikan di RSBI memang mahal, namun
masih bersahabat dengan kantong masyarakat Indonesia daripada biaya
bersekolah di sekolah asing atau bersekolah di luar negeri.
Kesalahan maupun penyimpangan tentang
penyelenggaraan RSBI sebaiknya ditanggapi dengan perbaikan sistem, bukan
penghapusan yang sifatnya cenderung emosional. Begitulah, mengingat
RSBI terlanjur dianulir, so.. bagaimana arah pendidikan di Indonesia
selanjutnya? Dan bagi para penggugat RSBI, bagaimana serta apa ide atau
sumbangsih anda untuk mencapai kemajuan pendidikan nasional yang mampu
bersaing dengan pendidikan di tingkat Internasional?
sumber :: http://edukasi.kompasiana.com/2013/02/01/Dunia-Pendidikan-Pasca-Eliminasi-RSBI-524912.html
No comments:
Post a Comment