Perilaku yang agresif dan menyakitkan ini dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang. Disebutkan pula, bahwa kunci utama dari pengertian ini terletak pada penyalahgunaan secara sistematis dari ketidakseimbangan kekuatan.
Terdapat beberapa poin penting tentang permasalahan perilaku intimidasi di sekolah, diantaranya:
- Di sekolah, intimidasi dapat terjadi dimana saja dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Pelaku intimidasi bisa siswa atau orang dewasa.
- Pelaku intimidasi dapat beraksi sendirian atau bersama kaki tangan.
- Sasaran intimidasi dapat merupakan seseorang atau sekelompok orang.
- Intimidasi adalah perbuatan berulang seseorang atau sekelompok orang yang takut kepada si pelaku intimidasi Di sini tampak terdapat ketidakseimbangan kekuatan.
- Pelaku intimidasi secara sengaja bermaksud menyakiti seseorang secara fisik, emosi atau sosial.
- Pelaku intimidasi sering merasa perbuatannya itu dapat dibenarkan.
- Pelaku intimidasi sering terorganisasi dan sistematis.
- Pelaku intimidasi para saksi atau penonton yang tidak akan berbuat apa pun untuk menghentikan intimidasi itu atau malah mendukung perbuatan tersebut.
- Intimidasi dapat berlangsung untuk waktu jangka pendek atau untuk waktu yang tidak terbatas.
Ilustrasi berikut ini mungkin
dapat memberikan gambaran tentang perilaku intimidasi yang terjadi di
sekolah, baik yang dilakukan siswa, guru, kepala sekolah maupun orang
tua :
- Seorang siswa yang populer, menarik dan berprestasi, yang dipandang oleh orang dewasa sebagai sosok yang patut ditiru dan seorang pemimpin kelas, namun dibalik itu dia memiliki pengaruh sosial untuk mendominasi, mengendalikan dan secara selektif mengucilkan teman-temannya.
- Seorang guru pekerja keras yang dimata orang tua dianggap sebagai seorang yang profesional dan mampu mengendalikan kelas dengan sempurna, serta memiliki standar-standar tinggi, tetapi secara berkala membuat siswa menangis karena kata-kata kasarnya, tindakan-tindakan yang mempermalukan dan ejekan-ejekannya.
- Kepala sekolah yang dengan seksama dan sistematis melecehkan staf dan guru yang dianggap sebagai saingannya, sementara dihadapan atasannya ia terlihat berperilaku lembut dan penurut.
- Orang tua agresif untuk menekan perilaku agesif anaknya di rumah, tetapi merespons luapan keagresifan terpendamnya di sekolah dengan menyalahkan pihak sekolah secara keji dan berang, secara terus menerus melecehkan sekolah atas setiap kecerobohan yang mereka lihat.
Siswa yang melakukan intimidasi pada siswa lain terdorong oleh beberapa alasan:
1. Gangguan pengendalian diri;
Siswa
seperti ini merasa berselisih dengan dunia yang serba bermusuhan.
Mereka mengalami kegelisahan emosional, salah menafsirkan dan salah
memahami segala bentuk interaksi dengan orang lain, dan tidak mampu
mengendalikan dorongan-dorongan agresif yang muncul. Mereka sering
melanggar peraturan, memulai tindakan agresif, merusak milik orang,
menyalahkan orang lain, dan menunjukkan kurang pengertian atau simpati
terhadap hak-hak dan perasaan orang lain.
2. Intimidasi yang dipelajari
Siswa
dapat belajar mengintimidasi melalui berbagai cara, seperti:
menyaksikan perbuatan-perbuatan kejam, mendapat imbalan atas tindakan
agresif yang pernah dilakukannya, termasuk jika dia mendapatkan
perlakuan agresif dari orang lain.
Penggunaan
hukuman fisik, hukuman yang tidak konsisten dan pemanjaan berlebihan
yang dilakukan oleh orang tua memiliki korelasi dengan perilaku agresif
anaknya.
3. Mengintimidasi untuk memperoleh sesuatu
Ketika
sebagian besar anak melakukan intimidasi, mereka mempunyai tujuan yang
jelas dalam benak mereka. Mereka sengaja menggunakan kekerasan untuk
memperoleh apa yang mereka inginkan dari orang lain—uang jajan, jawaban
ketika mengahadapi ujian, atau hanya sekedar kesenangan untuk
mendominasi, dan bahkan untuk memperkokoh status dan harga diri dalam
hierarki sosial
Untuk menghadapi
kasus-kasus di atas, para guru mestinya dapat melihatnya sebagai
gejala dari suatu kelainan, bukanlah perbuatan atas kemauan sendiri.
Dalam hal ini, bukan berarti guru membolehkan atau memaafkan perilaku
agresif tersebut, tetapi guru harus mampu merencanakan pendekatan
manajemen kelas yang tepat, bekerja sama dengan ahli atau nara sumber
spesialis yang terlatih.
B. Guru yang Mengintimidasi
Guru
pelaku intimidasi adalah guru yang menggunakan kekuasaannya untuk
menghukum, memanipulasi, atau mengolok-olok siswa, melampaui tindakan
disipliner yang masuk akal.
Guru
pelaku intimidasi kadang tidak mampu melihat dirinya yang sesungguhnya.
Mereka mengartikan perlakuan agresifnya sebagai suatu tindakan yang
tegas, perkataan mereka yang kasar dianggapnya sebagai ungkapan jujur,
ketidakkonsistenan sebagai flesksibilitas, serta kekakuan dan obsesi
mereka terhadap hal-hal remeh dianggap sebagai ketelitiannya.
Pelaku-pelaku intimidasi semacam ini jarang mengakui kesalahan mereka
dan menganggap kekeliruan adalah kesalahan orang lain. Mereka merasa
penting, berkuasa, elite dan berhak. Menganggap orang lain iri,
memanipulasi dan mengeksploitasi orang lain demi kepentingan mereka
sendiri, dan tidak memiliki empati bagi target mereka. Mereka menjadi
pribadi yang egois, tidak dapat diprediksi, kritis dan pemarah. Sebagai
orang dewasa, guru pelaku intimidasi lihai dalam memilih sasaran,
terutama ke samping, ke bawah, tetapi jarang mengintimidasi ke atas.
Perilaku
guru mengintimidasi meliputi: (1) kekerasan verbal melalui penggunaan
stereotip- stereotip dan penamaan yang bermuatan seksis, rasis, kultur,
sosio-ekonomi, ketidaksempurnaan fisik dan homofobik; (2) kekerasan
fisik; seperti mengguncang, mendorong, mencubit, menjambak, menjewer,
memukul dengan penggaris atau melemparkan sesuatu; (3) kekerasan
psikologis; berteriak, berbicara dengan sarkasme, menyobek hasil herja,
mengadu domba siswa, membuat ancaman-ancaman.; (4) kekerasan yang
berkaitan dengan profesionalisme; penilaian yang tidak adil, menerapkan
hukuman dengan pilih-pilih, menggunakan cara-cara pendisiplinan yang
tidak pantas, mengarahkan pada kegagalan dengan menetapkan standar yang
tidak wajar, membohongi rekan kerja, orang tua siswa, atasan mengenai
perilaku siswa, mengambil kesempatan dengan menggunakan materi-materi
atau pengayaan, mengintimidasi orang tua karena hambatan bahasa, budaya,
atau status sosial ekonomi.
C. Kepala Sekolah yang Mengintimidasi
Kepala
sekolah memulai kariernya sebagai guru dan kemudian dipromosikan
melalui jenjang karier. Perkembangan itu adalah sumber dari kekuatan
terbesar mereka dan juga kelemahan terbesar mereka. Kapasitasnya sebagai
manajer, kerapkali menjadikan guru, karyawan dan siswa sebagai sasaran
kekerasan. Kepala sekolah yang suka mengintimidasi akan menghasilkan
perilaku intimidasi pula pada guru, karyawan dan bahkan siswa. Kepala
sekolah yang mengintimidasi sering mencoba meremehkan dan merusak hasil
kerja guru yang paling berbakat dan kreatif, tanpa mempertimbangkan
dampaknya terhadap sekolah. secara keseluruhan Perilaku kepala sekolah
yang mengintimidasi seringkali menjadi kontradiktif dan membingungkan.
Mereka memandang bahwa diri mereka disalahmengertikan dan diganggu.
Padahal, faktanya mereka adalah perusak dan disfungsional.
Setiap
sekolah haruslah menjadi tempat dimana siswa dan seluruh komunitas
merasa aman dan tentram secara fisik maupun emosional. Intimidasi dalam
bentuk apa pun, baik yang dilakukan oleh siswa, guru atau kepala sekolah
dapat menjadi ancaman dan menghalangi proses pembelajaran. Satu-satunya
cara untuk secara tegas menghalau dan menjauhkan intimidasi adalah
dengan memaksakan keadilan bagi semua. Hanya dengan itulah
sekolah-sekolah akan menjadi lingkungan belajar yang positif, di mana
proses pembelajaran dapat dimaksimalkan dan setiap siswa merasa
dihargai
Sumber:
Les Parsons. 2009. Bullied Teacher Bullied Student (Guru dan Siswa yang Terintimidasi; Mengenali Budaya Kekerasan di sekolah Anda dan Mengatasinya) Terj.Grace Worang, dkk. Jakarta: Grasindo.
@ http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment